日本での幸せライフレシピ
Tradisi Upacara Pemakaman di Jepang
(日本のお葬式の伝統)
Setiap negara di dunia memiliki budaya yang berbeda-beda, mulai dari budaya berpakaian, tata krama, hingga budaya pemakaman. Di Jepang, sebagian besar pemakaman atau ososhiki dilakukan dengan campuran dari tradisi Shinto dan Buddha.
Shinto, kepercayaan yang tumbuh di Jepang, merupakan sekumpulan ritual, termasuk upacara pemakaman yang tumbuh dari sejarah budaya yang kompleks. Sementara ritual pemakaman Buddha diperkenalkan dari luar dan dimaksudkan untuk membantu orang yang meninggal melakukan transisi dari kehidupan di dunia ke kehidupan setelah kematian. Tekanan terkuat untuk menggabungkan kedua tradisi itu terjadi pada tahun 1638 ketika semua rumah tangga Jepang diharuskan mendaftar ke kuil sebagai penganut kepercayaan Buddha.
Saat ini, hampir semua keluarga Jepang mempekerjakan seorang biksu setelah adanya kematian dan berpartisipasi dalam ritual sektenya. Namun, semangat di mana teman dan keluarga melakukan ritual ini mencerminkan tradisi Shinto.
Ketika orang Jepang meninggal, jika memungkinkan, jenazahnya akan dibawa pulang untuk menghabiskan satu malam terakhir di atas futon atau kasurnya sendiri. Es dikemas di sekitar jenazah dan ditutupi dengan selembar kain. Kain putih menutupi wajah. Anggota keluarga dekat, termasuk anak-anak dari segala usia, serta teman-teman dari lingkungan tempat tinggal akan mampir dan memberikan belasungkawa mereka. Tidak jarang orang duduk, menyentuh, dan berbicara dengan jenazah seolah-olah masih hidup.
Keesokan paginya jenazah dibawa, ke tempat di mana akan diadakan prosesi, tergantung pada sarana dan preferensi keluarga. Ketika sampai di tujuan, jenazah didandani, ditempatkan di peti mati dan dikemas dengan es kering. Peti mati bisa berupa kotak kayu sederhana atau dihias. Ada jendela di penutup bagian wajah jenazah. Kemudian jenazah ditempatkan di depan susunan lampu, patung, dan bunga. Sebuah potret almarhum ditempatkan di dekat peti mati.
Persemayaman Jenazah
Otsuya sangat mirip dengan persemayaman jenazah di banyak negara Barat dan merupakan waktu ketika keluarga, kerabat, serta teman dekat berkumpul untuk mengucapkan selamat tinggal kepada almarhum. Dalam upacara ini, orang yang ditinggalkan berkumpul dan menghabiskan waktu di lokasi yang sama dengan jenazah orang yang meninggal. Sering kali, seorang biksu akan melantunkan apa yang disebut sutra sementara keluarga dan kerabat akan mempersembahkan dupa di sebuah guci dupa di depan tubuh almarhum. Para tamu datang dengan membawa hadiah uang yang dimasukkan dalam amplop khusus yang diikat dengan tali hitam dan putih, yang dapat ditemukan di sebagian besar toko alat tulis. Besarnya hadiah bervariasi sesuai dengan kedekatan hubungan dengan almarhum. Bentuk dari ritual ini akan bervariasi menurut sekte, dan lokal.
Upacara Pemakaman
Ososhiki adalah layanan pemakaman Jepang yang sebenarnya dan berisi beberapa upacara. Prosesi ini dimulai satu hari setelah Otsuya. Kegiatan ini mengikuti prosedur yang mirip dengan Otsuya, dengan seorang biksu melantunkan sutra dan pembakaran dupa. Kemudian ada Kokubetsushiki, atau upacara peringatan, di mana teman-teman dan kenalan yang ditinggalkan memberikan penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga.
Ketika layanan pemakaman berakhir, peti mati dibuka dan bunga diberikan kepada keluarga dan tamu untuk ditempatkan di peti mati. Peti mati kemudian dipindahkan ke krematorium ditemani oleh para pelayat. Keluarga dekat dapat mengulangi pembakaran dupa di sana. Tugas mengoperasikan tungku dapat jatuh ke anggota keluarga terdekat atau ditangani oleh staf krematorium.
Setelah jenazah dikremasi, keluarga menggunakan sepasang sumpit khusus satu dari bambu dan satu dari pohon willow yang berarti jembatan antara dua dunia, untuk mengambil tulang dari abu dan meletakkannya di guci pemakaman yang kemudian dikebumikan di dalam kuburan keluarga.
Buddha mengatur serangkaian upacara peringatan setelah kematian. Dalam upacara ini seorang biksu melantunkan sutra, doa dan pembakaran dupa, sama seperti di pemakaman meskipun jauh lebih formal. Prosesi ini biasanya diadakan di rumah keluarga dekat.
Tradisi Buddha yang ketat menyerukan upacara setiap tujuh hari setelah kematian, kemudian setiap hari ketujuh sampai hari keempat puluh sembilan. Seringkali, ketika kerabat tidak mampu melakukan prosesi tersebut, hanya satu atau dua upacara yang diadakan sebelum hari ke empat puluh sembilan. Ini adalah bagaimana kegiatan pemujaan leluhur di Jepang dimulai. Setelah upacara hari ke empat puluh sembilan, akan ada prosesi lain pada hari ke seratus, kemudian upacara tahunan sampai tahun ke lima puluh.
Menghadiri Upacara Pemakaman
Saat menghadiri upacara pemakaman di Jepang, para tamu biasanya mengenakan pakaian berwarna hitam sebagai lambang berkabung. Tamu pria menggunakan jas hitam polos, kemeja putih polos, dasi hitam, sepatu hitam polos, dan tanpa perhiasan atau hanya boleh cincin kawin.
Sementara tamu wanita dapat menggunakan kimono hitam atau gaun hitam polos (tidak bermotif, tidak mengkilap atau berkilauan, harus menutupi lutut, tidak ketat, dan memiliki garis leher berpotongan tinggi), sepatu hitam polos, stoking nilon hitam, tanpa perhiasan kecuali cincin kawin dan untaian mutiara polos, riasan sederhana, parfum sesedikit mungkin, rambut panjang disanggul sementara rambut pendek ditata rapi dengan hairspray, serta tas hitam polos.
Saat bertamu di upacara pemakaman, kita harus membawa okoden atau uang persembahan, dalam hal ini uang belasungkawa, yang diberikan kepada keluarga yang berduka. Jumlahnya biasanya dari 3.000 yen hingga 30.000 yen, tergantung pada hubungan dengan almarhum, status sosial dan keuangan pelayat serta keluarga yang ditinggalkan.
Jangan pernah menggunakan uang kertas baru yang tajam, karena hal itu menandakan bahwa kita mengharapkan kematian. Selain itu, jangan pernah menunjukkan uang tanpa amplop yang sesuai. Lebih baik tidak memberikan uang sama sekali daripada memberikannya tanpa amplop.
Jika tidak dapat menghadiri pemakaman atau persemayaman, selalu beri tahu orang yang berduka alasan untuk tidak dapat hadir dan tanyakan jika mereka menerima apa pun sebagai pengganti tidak hadir.
Sebelum meninggalkan lokasi upacara, tamu akan ditawari hadiah sebagai ganti okoden, biasanya handuk. Seperti di negara-negara Asia lainnya, setelah menghadiri persemayaman atau pemakaman (atau setiap kali mengunjungi kuburan), kita tidak boleh langsung kembali ke rumah atau ke rumah orang lain. Mampirlah ke tempat umum yang berbeda, seperti restoran atau mall sebelum kembali ke rumah. Keyakinannya adalah bahwa roh-roh yang berdiam di kuburan cenderung mengikuti pengunjung keluar, dan kita harus menyesatkan mereka agar mereka tidak mengikuti kita pulang.