日本での幸せライフレシピ
Sistem Senioritas Penggajian di Jepang
(日本の年功序列制度)
Jepang dikenal dengan sistem penggajian yang sangat kaku dan terpusat pada senioritas, yang dikenal dengan “Nenkō Joretsu” atau “salaryman seniority system”. Sistem ini didasarkan pada hierarki senioritas di mana karyawan menerima kenaikan gaji secara otomatis seiring bertambahnya usia dan masa kerja mereka di perusahaan.
Sistem Nenkō Joretsu berasal dari masa setelah Perang Dunia II, ketika perusahaan-perusahaan besar di Jepang mencoba untuk membangun kembali negara mereka setelah penghancuran oleh perang. Pada saat itu, mereka mengadopsi model bisnis Barat, termasuk sistem penggajian yang didasarkan pada kinerja. Namun, setelah periode inflasi pada tahun 1950-an, perusahaan-perusahaan Jepang beralih ke sistem penggajian yang didasarkan pada senioritas, dan sistem ini terus digunakan hingga saat ini.
Sistem Nenkō Joretsu terdiri dari beberapa tingkatan, dengan setiap tingkatan diwakili oleh golongan usia tertentu. Karyawan yang bekerja untuk suatu perusahaan pada usia muda ditempatkan di golongan terendah dan menerima gaji yang rendah, sementara mereka yang bekerja di perusahaan yang sama selama beberapa tahun akan naik ke tingkat yang lebih tinggi dan menerima kenaikan gaji yang lebih besar. Karyawan di level puncak dapat menerima gaji yang sangat besar dan berbagai tunjangan, seperti bonus besar dan pensiun yang baik.
Salah satu kelebihan dari sistem Nenkō Joretsu adalah stabilitas yang diberikannya bagi karyawan dan perusahaan. Karyawan dijamin kenaikan gaji secara otomatis, yang dapat memberikan mereka keamanan finansial dan jaminan karir. Hal ini dapat mendorong mereka untuk tetap bekerja di perusahaan yang sama selama bertahun-tahun dan memberikan keahlian dan pengalaman yang berharga.
Namun, sistem ini juga memiliki beberapa kekurangan. Karena kenaikan gaji didasarkan pada usia dan masa kerja, karyawan yang lebih muda dan lebih terampil mungkin tidak menerima penghargaan yang pantas untuk kontribusi mereka pada perusahaan. Selain itu, sistem ini dapat menghambat inovasi dan perubahan, karena karyawan lebih mementingkan senioritas dan stabilitas karir daripada inovasi dan kreativitas.
Efek dari sistem Nenkō Joretsu dapat terlihat dalam perekonomian Jepang saat ini. Meskipun perusahaan-perusahaan Jepang telah berhasil menjadi pemimpin di beberapa sektor seperti mobil dan elektronik, mereka telah ketinggalan dalam beberapa inovasi teknologi seperti media sosial dan e-commerce, di mana perusahaan-perusahaan Amerika dan China telah menjadi pemimpin pasar.
Selain itu, sistem ini juga menjadi faktor penting dalam krisis tenaga kerja Jepang. Populasi Jepang telah menua, dan angkatan kerja semakin menurun. Karena perusahaan-perusahaan enggan mempekerjakan karyawan yang lebih muda dan lebih terampil, mereka sulit menemukan pekerja yang tepat untuk mengisi posisi kunci dan memajukan bisnis mereka. Hal ini juga menyebabkan kurangnya diversitas dan inklusi di tempat kerja, karena perusahaan cenderung merekrut dari pool karyawan yang sama.
Salah satu dampak negatif yang paling mencolok dari sistem Nenkō Joretsu adalah menurunnya populasi dan angka kelahiran di Jepang. Sistem ini mendorong karyawan untuk bekerja lebih lama dan lebih keras, dan memberikan sedikit waktu untuk kehidupan pribadi dan keluarga. Hal ini mengakibatkan penurunan tingkat kelahiran dan tingkat perceraian yang tinggi, sehingga menyebabkan penurunan populasi dan ketidakseimbangan antara populasi usia muda dan tua.
Akibat dari populasi yang menua, terjadi krisis tenaga kerja di Jepang, terutama di sektor manufaktur. Banyak perusahaan yang kesulitan mencari karyawan baru yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan, terutama karena kurangnya jumlah tenaga kerja muda. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jepang dan juga berdampak pada daya saingnya di tingkat global.
Saat ini, beberapa perusahaan Jepang telah mulai mempertimbangkan untuk mengubah sistem penggajian mereka, dengan fokus pada kinerja dan prestasi daripada senioritas. Namun, perubahan ini terbukti sulit, karena sistem ini telah menjadi bagian dari budaya dan nilai Jepang selama beberapa dekade.
Pada akhirnya, meskipun sistem Nenkō Joretsu memiliki beberapa kelebihan, kekurangannya mungkin lebih besar. Sistem ini dapat menghambat inovasi dan perubahan, yang dapat menyebabkan perusahaan-perusahaan Jepang ketinggalan dalam pasar global. Selain itu, kurangnya diversitas di tempat kerja dan krisis tenaga kerja juga merupakan konsekuensi langsung dari sistem ini.
Jepang telah mencoba untuk mempertahankan sistem ini selama beberapa dekade, tetapi dengan perubahan ekonomi global dan krisis tenaga kerja, mereka mungkin harus mempertimbangkan untuk mengadopsi model penggajian yang lebih modern dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Dengan demikian, Jepang dapat menghadapi masa depan dengan lebih baik dan bersaing di pasar global.